TAHAP PERTAMA
Tahap pertama sejarah perjalanan hidup Alawiyin ini memiliki
keistimewaan sebagai tahap pembangunan kehidupan baru dan pembauran
dengan masyarakat baru di negeri baru. Pada tahap ini, tokoh-tokoh
Alawiyin telah berhasil mempengaruhi masyarakat Hadramaut serta
menyesuaikan diri dengan kehidupan mereka. Tokoh-Tokoh Alawiyin dalam
kehidupan sehari-hari benar-benar mirip dengan kehidupan tokoh-tokoh
sahabat Nabi di kurun Islam pertama, baik dalam ilmu, akhlak maupun
ibadah.
Ketika baru berada di tengah
rnasyarakat Hadramaut. Al Muhajir dihadapkan dengan suasana jihad yang
tak terelakkan. Al Muhajir ketika itu harus melawan golongan ibadhiah”,
baik dengan lisan maupun dengan senjata, sehingga Al Muhajir berhasil
menyebar luas ajaran” Ahlus sunnah seperti jelas di uraikan didalam
kitab-kitab sejarah yang menerang riwayat hidup (Biografi) Al Muhajir.
Kemudian, putra-putranya dan keturunannya meneruskan langkah itu,
memimpin masyarakat hadramaut dalam bidang ilmu, budaya dan ekonomi.
Bahkan dalam bidang politik yang bersifat mengawasi dan membimbing (para
penguasa) demi tercapainya kepentingan umum, tanpa berambisi memegang
tampuk kekuasaan secara praktis.
Tokoh-tokoh Alawiyin pada tahap ini, adalah Imam-Imam mujtahid
(dalam arti tidak mengikuti atau terikat dengan salah satu mazhab)
seperti diriwayatkan oleh beberapa ulama, yang masing-masing tokoh
terkenal dengan gelar “Imam” seperti Imam Al Muhajir, Imam Alawi bin
Ubaidillah dan lain-lain.
Namun, ijtihad mereka seringkali bersesuaian dengan Imam Assyafi’i
dalam bagian terbesar madzhabnya Adapun aspek-aspek aqidah mereka, sama
seperti para leluhur mereka sampai Imam Ali bin Abi Thalib r.a.
Tokoh-tokoh Alawiyin ini telah membawa sebagian kekayaan mereka dari
negeri asal, yaitu Bashrah (Irak). Kekayaan itu amat besar jumlahnya
sehingga mereka dapat membeli tanah-tanah, kebun-kebun,
bangunan-bangunan, dan sebagainya di negeri ini. Kekayaan itu juga
dikembangkan di dalam bidang pertanian yang menjadi usaha pokok dan
sumber utama Alawiyin tahap itu.
Dalam keadaan demikian, mereka senantiasa teringat karnpung halaman
dan sesekali timbul kerinduan ketika mengenang masa lampau di negeri
Irak, sehingga mereka rnembuat lambang-lambang dengan narna taman-taman,
kebun dan pesanggrahan yang telah ditinggalkannya itu.
Dalam tahap ini setiap Alawi menampilkan pribadi yang mulia dengan
beberapa keistimewaan berupa ilmu. akhlak. ibadah dan. wibawa, sehingga
keluarga ini dikenal dan dibedakan oleh masyarakat karena ciri-ciri
kemuliaan itu.
Ilmu Tokob-Tokoh Alawiyin
Ilmu yang dikuasai tokob-tokoh Alawiyin tahap ini meliputi: Tafsir
Hadist, Fiqih, Sastra/ Bahasa, metode berdebat dan berdiskusi, serta
ilmu pengetahuan lain, yang telah berkembang pesat dewasa itu termasuk
tasawuf. Hanya saja ilmu tasawuf ini memperoleh perhatian lebih dalam
dan lebih khusus pada tokoh-tokoh tahap kemudian. Tokoh-tokoh tahap ini
memperhatikan tasawuf sebagai amalan praktis dan buhan sebagai teori
ilmiah semata.
Akhlak dan Budi Pekerti Alawiyin
Sifat yang paling menonjol bagi seorang Alawi tahap ini adalah:
kedermawanan, dan keberanian (sebagai ciri umum keturunan bani Hasyim).
Sifat ini diimbangi dengan tawadhu’ rendah hati), di samping tegas dan
tidak kenal kompromi dalam mempertahankan kebenaran. memperhatikan
bidang keperwiraan, menggunakan alat-alat perang dan menyandangnya dalam
kesempatan-kesempatan tertentu.
Sifat terakhir ini kernudian berubah pada tokoh-tokoh Alawiyin
generasi berikutnya, yang dalam menggunakan alat-alat perang dan
menyandangnya dianggap menyalahi tradisi dan bertentangan dengan sopan
santun hal ini berlaku sejak Alawiyyin mengikuti “Terakat Tasawwuf “
pada abad ketujuh ketika Imam Al Faqih Al Muqoddam menerima “Khirqah”
(Baju Tasawwuf) dan Syekh Abu Madyan, tokoh sufi dari negeri magrib
(Afrika utara) . Sejak itu Al Fagih Al Muqoddam menjauhi penggunaan
senjata untuk menekuni ilmu dalam suasana damai.
Hubungan Alawiyin dengan Dunia Luar
Adalah merupakan watak dan tabiat seorang Alawi, tidak pernah merasa
tentram di satu daerah tertentu, untuk kemudian tinggal selama hidup.
Hidup bebas dan pergi, kemana saja untuk mencari daerah-daerah baru
merupakan watak dan cirinya. Satu daerah saja dipandang sempit dan tidak
memberi kepuasan untuk mengembangkan cita-cita dan mencapai tujuannya.
Apalagi di negeri seperti Hadramaut, negeri ini akan memaksa
penduduknya berhijrah karena sempitnya bidang ke hidupan. di samping
terjadinya pergolakan dan pertumpahan darah antara kabilah-kabilah yang
selalu berkecamuk. akibat tidak adanya pemerintahan yang kuat dan
stabil.
OIeh karena itu, seorang Alawi – seperti halnya penduduk Hadramaut
pada umumnya – mengadakan perjalanan ke negeri-negeri tetangga,
seperti: Yaman, Hijaz, Syam dan. Irak, baik demi tujuan budaya, ekonomi,
maupun agama.
Pada mulanya, Alawiyin seringkaii hilir mudik mengunjungi Irak —
negeri asal mereka – untuk bertemu kembali dengan sanak keluarga.
memeriksa harta kekayaan yang ditinggalkan, bahkan hingga kini
keturunan Imam Muhammad bin Isa Ar Rumi (saudara sekandung Al Muhajir)
terus juga berkembang di negeri ini.
Sesuatu yang patut digarisbawahi di sini, ialah bahwa tokoh tokoh
Alawiyin yang menonjol pada tahap perkembangan, ini terdiri dari
keturunan Imam Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa Ar Rumi, yakni
Bashri, Jadid dan Alawi. Kendali pimpinan dipegang oleh keturunan kedua
orang yang pertama, yaitu Bashri dan Jadid. Namun keturunan mereka
kemudian terhenti dan tidak berkelanjutan, yang pada abad ketujuh H.
tidak ada lagi seorang pun dari keturunan mereka. Sayang ahli-ahli
sejarah tidak menghidangkan untuk kita jasa dan peran yang pernah
dimainkan oleh keturunan Bashri dan Jadid, kecuali nama beberapa tokoh
saja yang dicatat, yang di antaranya adalah Imam Ahli Hadits Imam Abu
Hasan Ali bin Muhammad bin Jadid (wafat 620 H.) dan Imam Salim bin
Bashri (wafat 604 H.)
Adapun tokoh-tokoh sesudah waktu tahap ini hanyalah dari turunan
Alawi bin Ahmad bin Isa Ar Rumi (dari Alawi inilan datang sebutan
Alawiyin bagi keturunaannya). Meskipun demikian, silsilah keturunan
Alawiyin seluruhnya selalu melalui lima rangkaian nasab saja, yang
menunjukkan bahwa Alawiyin baru berkembang dan bercabang setelah abad ke
enam H. Rangkaian silsilah ke lima orang itu adalah: Muhammad bin Ali
bin Alawi bin Munammad bin Alawi (bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir).
Di antara putra-putri Muhammad bin Ali bin Alawi (terkenal dengan
gelar Shahib Mirbath, wafat 556 H.) yang berketurunan hanyalah dua orang
putranya, yakni Imam Alawi, paman (saudara ayah) Al Faqih Al Mugaddam,
dan Imam Ali bin Muhammad, ayah Al Faqih Al Muqaddam. Pada kedua orang
inilah tercakup seluruh nasab Al-Alawiyin, seperti tercakupnya nasab
seluruh Al-Husainiyin pada Imam Ali Zainal Abidin, kemudian pada
putranya Muhammad Al Bagir.
Ubaidillah adalah putra Imam Al Muhajir Ahmad bin Isa Arrumi bin
Muhammad Annaqib bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Asshadiq bin Muharnmad
Albaqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, suami
Siti Fatimah Azzahra’ putri Rasul Allah saw.
Sumber : Sirah As-Salaf min Bani ‘Alawy Al-Husainiyin, oleh Sayid Muhammad Ahmad Assyathiri,
Posting Komentar