Syahadat Rasul

“Sesungguhnya bila se­orang hamba telah diletakkan di kubur­nya dan sahabat-sahabatnya telah me­ninggalkannya dan ia mendengar bunyi terompah-terompah mereka, ia didatangi oleh dua malaikat yang kemudian men­dudukkannya….”
 
Telah kita ketahui bersama, keimanan seseorang barulah dianggap sah apabila ia menyatakan dua kalimat syahadat, yakni bersaksi (mengakui) bahwa tiada Tuhan selain Allah dan ber­saksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Jadi, tidak sah bila hanya syahadat tauhid, melainkan harus di­sertai dengan syahadat rasul. Marilah kita si­mak uraian pengarang berikut ini yang menjelaskan makna syahadat yang ke­dua, yakni syahadat rasul, ter­masuk ke­wajiban mengimani apa-apa yang disam­paikan oleh beliau mengenai masalah-masalah ghaib setelah kemati­an.

Pengarang mengatakan:

Makna kalimat syahadat yang kedua, yaitu kesaksian bagi Rasulullah SAW: Bahwasanya Allah SWT telah mengutus rasul dan nabi yang tidak mengenal baca dan tulis, yang membawa hidayah, ber­asal dari suku Quraisy, Muhammad SAW, dengan membawa risalah-Nya kepada seluruh masyarakat Arab dan non-Arab, kepada jin dan manusia. De­ngan syari’at itu Allah SWT menghapus­kan syari’at-syari’at sebelumnya kecuali yang kemudian ditetapkan. Dan Dia mengutamakannya di atas para nabi lainnya dan menjadikannya sebagai pemimpin bagi semua manusia.

Allah SWT menolak kesempurnaan iman dengan syahadat tauhid (pernyata­an kalimat tauhid) yaitu kalimat La ilaha illallah selama tidak disertai dengan sya­hadat rasul (pernyataan kesaksian ter­hadap Rasulullah SAW) dan itu adalah pernyataanmu: Muhammad Rasulullah. Allah SWT juga mewajibkan manusia untuk membenarkan semua yang beliau sampaikan tentang dunia dan akhirat.

Allah SWT tidak menerima iman se­orang hamba hingga ia beriman terha­dap apa yang diberitakan Nabi SAW tentang kehidupan setelah kematian. Hal yang pertama adalah tentang pertanya­an Malaikat Munkar dan Nakir. Kedua­nya adalah sosok malaikat yang mena­kutkan dan berwibawa yang menduduk­kan manusia di kuburnya dalam keada­an mempunyai ruh dan jasad. Lalu me­reka menanyakan kepadanya ihwal tau­hid dan risalah kenabian. Kepadanya mereka bertanya, “Siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Dan, siapa nabimu?” Kedua­nya menjadi fitnah (ujian) di kubur yang dahsyat dan pertanyaan mereka menjadi awal fitnah yang dihadapi manusia sete­lah kematiannya. Dan bahwasanya ia wajib mengimani siksa kubur, karena hal tersebut benar adanya. Di samping itu, hukum Allah SWT adil terhadap jasad dan ruh sesuai dengan kehendak-Nya.
 
Penjelasan Pengasuh

Hadits tentang pertanyaan Munkar dan Nakir diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban, yaitu hadits dari Abu Hurairah yang menyebut­kan, “Apabila mayit telah dikubur, ia dida­tangi oleh dua malaikat yang hitam, yang satunya dinamakan Munkar, dan yang lainnya Nakir.” Dan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dari Anas, “Sesungguhnya bila se­orang hamba telah diletakkan di kubur­nya dan sahabat-sahabatnya telah me­ninggalkannya dan ia mendengar bunyi terompah-terompah mereka, ia didatangi oleh dua malaikat yang kemudian men­dudukkannya….”

Selanjutnya, beriman akan hari Ke­bangkitan. Bahwasanya Allah SWT akan menghidupkan kembali tulang-belulang yang sudah hancur sebagaimana Dia men­ciptakannya pertama kali dan me­ngembalikan ruh ke dalam jasad seba­gaimana di dunia sebelum mengalami ke­matian dan menjadikannya sebagai sosok yang sempurna.

Setelah itu, beriman terhadap ada­nya timbangan amal yang memiliki dua piring­an neraca dan pengukur ketepat­an. Kedua piringan itu besarnya seluas langit dan bumi. Dengan kekuasaan Allah SWT di situ, amal perbuatan ma­nusia ditimbang, dan penimbangan itu sedemikian telitinya hingga seberat biji sawi pun pun dimasuk­kan untuk mewu­judkan kesempurnaan ke­adilan. Catat­an-catatan amal kebajikan diletakkan di piringan yang bercahaya se­hingga tim­bangannya menjadi berat se­suai dengan derajatnya di sisi Allah SWT dengan ber­kat kemurahan-Nya, sedang­kan catat­an-catatan amal keburukan di­letakkan di piringan yang gelap gulita se­hingga tim­bangannya menjadi ringan de­ngan ber­kat keadilan-Nya.

Kemudian, beriman bahwa hari Kia­mat adalah benar, dan bahwa titian sirath adalah benar, yaitu jembatan yang ter­bentang di atas perut neraka Jahanam, kondisinya lebih tajam daripada pedang dan lebih lembut daripada sehelai ram­but. Semua kaki orang-orang kafir akan tergelincir sehingga mereka dimasukkan ke neraka, sedangkan kaki orang-orang beriman kokoh di atasnya sehingga me­reka dibawa ke surga.
 
Penjelasan Pengasuh 

Hadits tentang sirath di antaranya diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, “Dan dipancangkan sirath di antara neraka Jahanam.” Juga dari riwayat Abu Sa`id yang menyebut­kan, “Kemudian dipancangkan jembatan di atas neraka Jahanam.”

Al-Mursyid Al-Amin
Karya Al-Ghazali
Diasuh oleh: K.H. Saifuddin Amsir
Dikutip dari http://majalah-alkisah.com/

Posting Komentar